Pojok Politik - Dandan Riza Wardana, mantan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Bandung, kembali menarik perhatian publik setelah resmi mencalonkan diri sebagai Wali Kota Bandung dalam Pilkada serentak 2024. Di tengah upaya meningkatkan popularitasnya dengan memasang spanduk di berbagai titik, bayang-bayang masa lalunya yang terjerat kasus pungutan liar (pungli) terus menghantui langkah politiknya.
Pilwalkot Bandung kali ini menjadi ujian besar bagi Dandan untuk membuktikan dirinya sebagai sosok yang layak dipercaya. Sebagai salah satu kandidat utama, ia harus menghadapi tantangan berat dari opini publik yang masih mempertanyakan integritasnya. Pada Januari 2017, Dandan terseret dalam operasi tangkap tangan (OTT) oleh Polrestabes Bandung karena dugaan penerimaan suap melalui bawahannya untuk memperlancar proses perizinan pengusaha.
Kasus tersebut berujung pada proses hukum yang panjang, hingga pada 23 Oktober 2017, majelis hakim Pengadilan Negeri Bandung menjatuhkan vonis dua tahun penjara dan denda Rp 50 juta. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta hukuman 1,5 tahun. Dalam putusannya, hakim Tardi menyatakan bahwa Dandan terbukti melanggar Pasal 11 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), namun ia tidak menikmati suap secara langsung dan memiliki rekam jejak panjang sebagai PNS yang baik.
Usai menjalani hukuman, Dandan beralih ke dunia bisnis, menjabat sebagai Komisaris Utama PT Jaswita Bumi Persada sejak 2020 dan PT Multazam Mulia sejak 2023. Namun, keputusan Dandan untuk kembali ke panggung politik dengan mencalonkan diri sebagai Wali Kota Bandung membuat kasus lamanya kembali menjadi sorotan.
Visi dan misi yang diusung Dandan bersama pasangannya, Arif Wijaya, berfokus pada peningkatan kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat. Meski demikian, visi ini mendapat kritikan dari berbagai pihak, termasuk kalangan mahasiswa. Sasa, seorang mahasiswi dari universitas swasta di Bandung, menyatakan bahwa visi misi yang diusung Dandan kurang terperinci dan tidak disampaikan dengan jelas.
“Visi misi Dandan dan Arif tentang kolaborasi antara masyarakat dan pemerintah tidak cukup rinci, dan penyampaiannya kurang dapat dipahami oleh masyarakat,” ujar Sasa.
Sasa juga mengkritik rekam jejak Dandan yang pernah tersangkut kasus korupsi, yang menurutnya menjadi alasan untuk mempertanyakan kelayakan Dandan sebagai calon pemimpin.
“Ia pernah terlibat dalam kasus korupsi, seharusnya itu menjadi alasan kuat untuk tidak mencalonkan diri lagi,” tambahnya.
Menjelang Pilkada 2024, tantangan terbesar Dandan adalah meyakinkan masyarakat bahwa ia mampu menjadi pemimpin yang kredibel, terlepas dari sejarah kelam yang masih melekat. Bagaimana masyarakat akan menyikapi pencalonan ini menjadi pertanyaan yang sangat menarik di tengah persaingan politik yang semakin memanas di Kota Bandung. ***
Posting Komentar