Bandung, PojokPolitik – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bandung berhasil menyelenggarakan debat terakhir dalam rangkaian Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Bandung 2024. Acara yang berlangsung di The Trans Luxury Hotel Bandung pada pukul 19.00 WIB tersebut dihadiri oleh empat pasangan calon wali kota dan wakil wali kota.
Debat ini menjadi bagian penting dari agenda Pilkada, memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk melihat lebih dekat visi, misi, dan solusi yang ditawarkan para kandidat dalam memimpin Kota Bandung selama lima tahun ke depan. Terdiri dari enam sesi, debat berjalan lancar hingga sesi kelima, di mana terjadi insiden yang mencuri perhatian publik.
Sesi Kelima yang Memanas
Pada sesi kelima, panelis Rosleny Marliani memilih subtema *Pelayanan dan Infrastruktur Kesehatan* melalui metode *fish bowl*. Pasangan nomor urut 3, Farhan-Erwin, mendapat giliran pertama untuk mengajukan pertanyaan. Calon Wakil Wali Kota Bandung, Erwin, bertanya tentang program Universal Health Coverage (UHC) kepada pasangan calon lainnya.
"Saya masih jadi Ketua RW. Saya melihat UHC ini posisinya mudah, tapi kadang sulit. Saya ingin tahu bagaimana dari paslon untuk bisa lebih memudahkan semua proses ini? Mohon dijawab dengan komprehensif karena ini bagian dari edukasi masyarakat," ujar Erwin.
Namun, kontroversi muncul ketika Erwin memberikan sanggahan. Dalam tanggapannya mengenai alur pelayanan UHC, ia mengucapkan kata “paeh” yang dalam Bahasa Sunda berarti “mati” dengan konotasi kasar.
"Proses UHC kalau belum sakit parah prosesnya ke puskesmas dulu, baru masuk dinkes untuk validasi. Kalau sudah mau *paeh*, bisa langsung masuk IGD rumah sakit dengan menunjukkan KTP melalui SKTM atau kartu keluarga," ucap Erwin.
Respon Negatif dan Permintaan Maaf
Penggunaan kata “paeh” menuai kritik tajam, baik dari pasangan calon lainnya, publik, maupun dari Muhammad Farhan, pasangan Erwin sendiri. Farhan segera memberikan klarifikasi dan permintaan maaf di tengah debat.
"Mohon maaf, wakil saya terprovokasi sehingga ada kata kasar yang seharusnya tidak diucapkan untuk manusia. Sebaiknya digunakan istilah meninggal dunia," ujar Farhan.
Insiden ini disayangkan karena debat terakhir diharapkan menjadi momen edukasi masyarakat dalam memilih pemimpin yang bijaksana dan beretika. Kata-kata kasar dianggap tidak pantas keluar dari seorang calon pemimpin, terlebih dalam forum resmi yang disiarkan secara nasional.
Pembelajaran Bagi Para Kandidat
Peristiwa ini mengingatkan pentingnya sikap bijak dan pengendalian emosi bagi para kandidat pemimpin, terutama saat berbicara di hadapan publik. Sebagai tokoh yang diharapkan memimpin, para kandidat perlu menyampaikan pandangan mereka dengan bahasa yang santun dan tidak melukai perasaan masyarakat.
Debat terakhir ini menjadi penutup rangkaian edukasi publik dari KPU Kota Bandung. Kini, masyarakat Kota Bandung diharapkan dapat menentukan pilihan terbaik untuk masa depan kota selama lima tahun mendatang.***
Posting Komentar